KARYANASIONAL.COM – Kabar kemunculan kelompok masyarakat yang mengklaim raja dan ratu dari Keraton Agung Sejagat (KAS) di Purworejo, Jawa Tengah kini menyisakan sejumlah asumsi negatif. Klaim KAS dinilai sebagai upaya makar yang dapat merongrong kedaulatan NKRI.
Asumsi tersebut muncul dari kerajaan adat Sekalabrak Lampung. SPDB Pangeran Edwardsyah Pernong menjelaskan bahwa kelompok yang dipimpin oleh Totok Santosa Hadiningrat alias Sinuhun bersama istrinya, Dyah Gitarja alias Kanjeng Ratu kekinian itu mendaulatkan diri sebagai raja dan ratu Kerajaan Agung Sejagat (KAS) pelanjut tahta kerajaan Majapahit.
KAS mengklaim, kelompoknya adalah kerajaan atau kekaisaran dunia yang muncul setelah berakhirnya perjanjian antara Majapahit dengan Portugis sebagai wakil orang barat atau bekas koloni Kekaisaran Romawi, 500 tahun lalu.
“Terlepas dari absurditas sejarah yang disampaikan, tulisan ini akan melihat klaim KAS sebagai kerajaan atau kekaisaran, dan karena itu mereka menyatakan tidak memerlukan ijin beraktivitas di Purworejo, serta tidak memerlukan Kartu Tanda Penduduk (KTP) tetapi menggunakan international identification,” ujar Edwardsyah Pernong, Rabu (15/1/2020).
Pernyataan bahwa KAS merupakan kerajaan yang berwujud kekuasaan berdaulat dan karena itu tidak memerlukan ijin kegiatan atau KTP merupakan indikasi awal pembangkangan warga atas pemerintahan yang sah, dan bentuk tidak mengakui kedaulatan negara yang sah.
“KAS yang berdomisili di Purworejo, secara administratif merupakan wilayah negara Indonesia, namun KAS menegaskan kelompoknya sebagai kerajaan yang berdaulatan sejagat, dan menempatkan Indonesia sebagai bagian dari kerajaan mereka. Klaim itu jelas bentuk ketidaktundukan pada UUD Negara Republik Indonesia,” ucapnya.
Padahal, dalam pasal 27 ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia menyebutkan bahwa setiap warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. Pasal tersebut menegaskan bahwa setiap warga negara harus tunduk pada hukum dan pada pemerintah.
“Tunduk pada hukum dan pemerintah merupakan kewajiban atau syarat mutlak seseorang diakui dan disahkan sebagai warga negara. Dengan mengklaim diri sebagai raja atau penguasa sejagat artinya KAS telah mengingkari kewarganegaraan Indonesia. Pengingkaran terhadap kewarganegaraan itu dapat menyebabkan seseorang kehilangan kewarganegaraan Indonesia, sebagaimana diatur pada pasal 23 Undang-undang No 12 tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia,” terang Mantan Kapolda Lampung tersebut.
Edwardsyah juga membeberkan bahwa dalam paasal 23 disebutkan seseorang dapat kehilangan kewarganegaraan karena berbagai alasan, diantaranya adalah memperoleh kewarganegaraan lain atas kemauannya sendiri, dan KAS bukan hanya menerima (pasif) tapi justru mendirikan negara sendiri.
“Alasan lain menurut pasal 23 UU No 12 tahun 2006 adalah secara sukarela masuk dalam dinas negara asing, yang jabatan dalam dinas semacam itu di Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan hanya dapat dijabat oleh Warga Negara Indonesia,” tuturnya.
Jabatan yang menurut peraturan perundang-undangan hanya dapat dijabat oleh warga negara Inddonesia diantaranya adalah jabatan sebagai kepala negara. Dalam UU No 42 tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden dinyatakan syarat untuk menjadi presiden adalah warga negara Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain karena kehendaknya sendiri.
“Totok Santosa telah mengklaim dirinya sebagai raja, dan karena itu sudah memenuhi unsur kehilangan kewarganeagaraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 UU No 12 tahun 2006. Selain dapat terancam kehilangan kewarganegaraannya, kelompok KAS juga dapat dijerat dengan Pasal 106 KUHP. Dalam rumusan pasal 106 KUHP, tindakan KAS sudah masuk kategori makar,” jelasnya.
Lebih jelas pasal 106 KUHP berbunyi, Makar dengan maksud supaya seluruh atau sebagian wilayah negara jatuh ke tangan musuh atau memisahkan sebagian dan wilayah negara, diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara sementara paling lama dua puluh tahun. Pasal 106 KUHP itu dapat dijadikan dasar awal pihak aparat penegak hukum untuk menindak pembangkangan kelompok KAS.
Menurut Raja kerajaan adat Sekalabrak Lampung tersebut, Indikasi klaim KAS sebagai kerajaan sejagat dan meletakkan Indonesia hanya bagian dari kerajaan tersebut. Dengan klaim tersebut, KAS juga menyatakan tidak perlu ijin dan tidak perlu memiliki KTP sebagai bukti dan identitas WNI. Tiga hal itu merupakan indikasi KAS memiliki maksud supaya seluruh atau sebagian wilayah negara jatuh ke tangan musuh atau memisahkan sebagian wilayah negara. Klaim sebagai kerajaan berdaulat artinya memiliki maksud memisahkan sebagian wilayah negara.
Bila KAS menolak untuk disidik dengan menggunakan hukum Indonesia berdasar KUHP dan berbagai undang-undang yang telah penulis uraikan di atas, maka terhadap KAS dapat dilakukan tindakan pencabutan kewarganegaraan dan dengan tindakan pendekatan keamanan.
“Sebagai kesimpulan, penulis ingin sampaikan agar aparat penegak hukum dapat melakukan tindakan yang cepat, tepat dan terukur agar kelompok KAS tidak memakan korban lebih banyak orang yang dapat dibohongi dengan klaim-klaim sesatnya. Kedua agar rakyat dilindungi dari tindakan penipuan berbungkus klaim kesakralan kraton. Bahwa dalam pemberitaan disebutkan untuk kegiatan penobatan dilakukan dengan iuran dari anggota. Hal ini harus diwaspadai agar modus-modus penipuan tidak kembali menyengsarakan rakyat. Dan kepada KAS, penulis ingin sampaikan, jangan bercanda soal kedaulatan NKRI. Kerajaan Adat Nusantara yang merupakan penerus kerajaan-kerajaan Nusantara, telah mengakui NKRI sudah final,” tuntas Edwardsyah Pernong. (Red)