Example 728x250
Bandar LampungHeadline

Lamen: Beda Kasus antara Pelanggaran Prokes Habib Rizieq dengan Wabup Lamteng

105
×

Lamen: Beda Kasus antara Pelanggaran Prokes Habib Rizieq dengan Wabup Lamteng

Sebarkan artikel ini
Ketua Liga Pemuda Indonesia Provinsi Lampung Lamen Hendra Saputra

KARYANASIONAL.COM – Adanya statman Pengamat Hukum Universitas Lampung Yusdianto, yang menilai Wakil Bupati Lampung Tengah (Wabup Lamteng) dr. Ardito Wijaya bisa dipidana karena menimbulkan kerumunan seperti kasus organ tunggal di Semaka Tanggamus atau Habib Rizieq Shihab, ditanggapi serius Ketua Liga Pemuda Indonesia Provinsi Lampung, Lamen Hendra Saputra.

Menurut Lamen, kasus pelanggaran protokol kesehatan (Prokes) yang dituduhkan kepada Wabup Lamteng tidaklah sama yang terjadi di Semaka Tanggamus dan Habib Rizieq Shihab.

“Beda kasus antara peristiwa pelanggaran Prokes yang dilakukan oleh Habib Rizieq dan organ tunggal di Tanggamus dengan peristiwa yang dilakukan oleh Wabup Lamteng Ardito Wijaya. Pada intinya Ardito saat itu bukan sebagai pelaku pengumpul massa atau panitia, dia hanya sebagai tamu undangan, hanya saja beliau tidak menggunakan masker saat bernyanyi untuk menghibur tuan rumah,” terang Lamen, Minggu (27/6/2021).

“Jadi kalau ada pihak yang berpandangan dan menyimpulkan, sehingga menarik benang merah persamaan antara beberapa kasus tersebut dengan peristiwa Wabup Lamteng saya kira terlalu dini dalam menarik kesimpulan,” ungkap Lamen menambahkan.

Hal ini juga ditanggapi langsung oleh Wabup Lamteng Ardito Wijaya. Ia pun memberikan penjelasan terkait viralnya video dirinya bernyanyi pada pesta pernikahan dan menimbulkan kerumunan tanpa mengenakan masker.

Ardito mengakui pemberitaan yang ada dan meminta maaf kepada masyarakat atas kelalaian yang telah dilakukannya.

”Saya mohon maaf kepada seluruh masyarakat atas kelalaian, semoga ke depan bisa memperbaiki diri jadi tidak terulang lagi, ” kata kader PKB ini.

Dia menjelaskan, dirinya tiba di lokasi acara pukul 17.30 WIB saat hampir semua tamu undangan sudah pulang. Di lokasi, katanya, acara sudah selesai, tinggal keluarga saja yang masih tersisa.

”Karena ada komunikasi saya akan tetap ke sana, jadi keluarga menunggu dan musik sudah mau usai dengan ditutup keluarga yang punya hajat untuk meminta saya memberikan satu tembang lagu,” jelasnya.

Kemudian, dia naik ke atas panggung dan menyumbangkan sebuah lagu. Karena tinggal keluarga, jadi dirinya turun dari panggung dan memberikan saweran.

“Karena tinggal keluarga, saya turun ke bawah. Itu jadi yang bisa disampaikan, tapi memang itu sebenarnya gambaran yang ada,” kata dia.

Sementara itu, tuan rumah acara H. Mansur juga telah meminta maaf. Dirinya mengaku khilaf lantaran terlalu senang acara pernikahan tersebut bisa ditutup dengan nyanyi bersama wakil bupati.

“Saya pribadi sebagai tuan rumah dalam acara memohon maaf yang sebesar-besarnya kepada semua pihak,” katanya.

Ia mengatakan, memang saat itu Ardito tidak menggunakan masker. Namun, itu hanya dilakukan saat membawakan lagu, setelah itu, Ardito kembali mengenakan masker.

Lebih lanjut Mansur selaku tuan rumah menjelaskan, bahwa tudingan salah satu media tersebut tidak semuanya benar.

”Setelah selesai membawakan lagu kembali semua memakai masker, bahkan pak wakil juga memaparkan tentang pentingnya mematuhi protokol kesehatan,” pungkasnya.

Sebelumnya Pengamat Hukum Universitas Lampung Yusdianto menilai, Wakil Bupati Lampung Tengah (Wabup Lamteng) dr. Ardito Wijaya bisa dipidana karena menimbulkan kerumunan seperti kasus organ tunggal di Semaka Tanggamus atau Habib Rizieq Shihab.

Menurutnya, Ardito bisa dikenakan pasal 160 KUHP dan/atau pasal 93 Undang Undang Nomor 6/2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dan pasal 216 KUHP juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

“Habib Rizieq Shihab aja bisa kenapa yang bersangkutan tak bisa, terutama dikenakan Undang-undang karantina wilayah,” kata dia, Sabtu (26/6) malam.

Ia melanjutkan, pejabat publik seharusnya menjadi contoh penerapan protokol kesehatan, apalagi saat ini kasus Covid-19 meningkatk tajam hingga lebih dari 20.000 kasus per hari.

Selain ranah pidana, Yusdianto mengatakan Kepala daerah seperti ini harus diberinya sanksi dari pemerintah pusat, salah satunya di-suspend (nonakrif) oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).

“Kepala atau wakil kepala daerah yang bandel bisa disuspend oleh Kemendagri biar gak sewenang-wenang, bisa dilihat di pasal 76 ayat (1) uu 23 tahun 2014,” tambahnya.

UU tersebut mengatur tentang poin-poin yang dilarang dilakukan kepala daerah. Salah satunya, penyalahgunaan wewenang yang bisa merugikan daerah yang dipimpin.

“Kepala daerah bisa diberikan sanksi dan diberikan teguran dan sanksi oleh pemerintah pusat,” pungkasnya. (red)

Example 120x600
footer { display: block; background-color: black; color: white; border-top: 3px solid #c4a0a4; }