KARYANASIONAL – Masyarakat Kota Metro mendesak Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kota Metro untuk bertindak tegas dan transparan dalam menangani kasus penyalahgunaan wewenang yang melibatkan Calon Wakil Wali Kota, Qomaru Zaman.
Pelanggaran yang dilakukan oleh Qomaru Zaman, yang sebelumnya menjabat sebagai Wakil Wali Kota Metro, telah dibuktikan secara sah di Pengadilan Negeri Kota Metro.
Dalam sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Kota Metro pada Selasa, 5 November 2024, majelis hakim yang dipimpin oleh Ketua Majelis Andri Lesmana memutuskan bahwa Qomaru terbukti bersalah melakukan tindak pidana penyalahgunaan kewenangan.
Tindakannya dianggap melanggar aturan yang mengatur pelaksanaan kampanye oleh pejabat pemerintah. Sebagai akibat dari perbuatannya, Qomaru dijatuhi hukuman pidana berupa denda sebesar Rp 6 juta.
Terkait putusan ini, pihak Qomaru diberi waktu tiga hari untuk mengajukan banding, dengan batas waktu pengajuan yang jatuh pada Jumat, 8 November 2024. Namun, meski proses hukum ini masih berjalan, masyarakat Kota Metro menuntut agar Bawaslu tidak ragu dalam menjalankan fungsi pengawasannya secara tegas dan transparan, sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
Ketua Gerakan Masyarakat Bersatu Indonesia (GMBI) Kota Metro, Eko Joko Susilo dalam hal ini mewakili aspirasi masyarakat, mengungkapkan kekhawatirannya terhadap potensi pelanggaran Pemilu yang bisa berlanjut tanpa tindakan tegas, Jum’at, 8 November 2024.
Mereka berharap agar Bawaslu Kota Metro segera mengambil langkah konkret untuk menindaklanjuti vonis bersalah yang telah dijatuhkan oleh pengadilan.
Dalam hal ini, Bawaslu diminta untuk tidak hanya berperan sebagai pengawas, tetapi juga sebagai penegak hukum yang menjaga integritas Pemilu.
“Bawaslu harus melaksanakan tugasnya dengan prinsip tegas dan transparan. Ini adalah kesempatan bagi lembaga ini untuk menunjukkan komitmennya dalam menjaga kepercayaan masyarakat terhadap jalannya Pemilu,” ujar Eko.
Penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh Qomaru dalam kapasitasnya sebagai pejabat publik terungkap setelah adanya bukti-bukti yang menunjukkan bahwa ia telah melakukan kampanye menggunakan fasilitas negara.
Keputusan pengadilan yang sudah inkrah menegaskan bahwa tindakan tersebut harus dipertanggungjawabkan sesuai dengan peraturan yang ada.
Penyalahgunaan wewenang oleh pejabat daerah, terutama dalam konteks Pemilu, diatur secara jelas dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) Pasal 71 Ayat 1 hingga Ayat 5
Dalam undang-undang tersebut mengatur dengan tegas bahwa setiap kepala daerah atau pejabat yang terbukti melakukan pelanggaran hukum dapat dikenakan sanksi administratif, hingga sanksi pembatalan sebagai calon oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Eko berharap agar Bawaslu Kota Metro bertindak cepat dan tepat dalam menindaklanjuti pelanggaran ini. Pengawasan yang objektif dan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku diharapkan dapat memastikan Pemilu berjalan dengan adil, bebas dari campur tangan pihak-pihak yang menyalahgunakan kekuasaan demi kepentingan pribadi atau kelompok.
“Dengan adanya tuntutan ini, masyarakat berharap agar Bawaslu tidak hanya melakukan pengawasan yang ketat, tetapi juga memastikan proses hukum berjalan secara transparan dan adil,” kata Eko.
“Hal ini sangat penting agar Pemilu yang dilaksanakan tetap memiliki kredibilitas di mata publik, serta menghasilkan pemimpin yang dipilih secara sah dan tanpa adanya campur tangan yang merugikan,” lanjut Eko.
Sementara, Komisioner Bawaslu Kota Metro, Hendro Edi Saputro mengonfirmasi bahwa mereka telah menerima salinan putusan serta bukti pembayaran yang menunjukkan bahwa pembayaran tersebut telah dilakukan.
Selain itu, pihak tersebut juga telah mengakui kesalahan yang terjadi dan proses hukum telah mencapai tahap inkrah. Saat ini, langkah selanjutnya akan dibahas dalam rapat yang akan datang, namun keputusan lebih lanjut masih menunggu dasar hukum yang jelas sebagai acuan tindak lanjut.
“Kami sudah menerima salinan putusan dan bukti pembayaran juga sudah dikasih tahu, dia sudah membayar dan mengakui kesalahannya kemudian sudah Inkrah. Tinggal rapat nanti seperti apa tindaklanjutnya, karena harus ada dasar hukum.
Mengenai proses diskualifikasi, KPU merupakan pihak yang memiliki kewenangan untuk memutuskan hal tersebut. Rekomendasi dari pihak terkait masih dalam tahap penyusunan dan belum dapat disampaikan. Rencana tindak lanjut akan dilakukan setelah salinan putusan diterima dan proses konsultasi dilaksanakan untuk memastikan kesesuaian langkah dengan peraturan yang berlaku.
“Yang mendiskualifikasi itu KPU, rekomendasi kita belum dibuat. Nanti kan kita Konsultasikan dahulu setelah dapat salinannya,” ujar Hendro.
Terkait dengan surat pengantar, dokumen tersebut diperkirakan baru akan tersedia pada hari Senin atau Selasa mendatang.
Pengantar tersebut belum diserahkan kepada KPU, dan statusnya masih dalam proses. Hasil koordinasi dalam rapat pleno yang akan datang diharapkan dapat memberikan kejelasan lebih lanjut mengenai perkembangan ini, mengingat pleno tersebut belum dilaksanakan.
“Untuk Surat pengantarnya belum ada, paling nanti senin atau nggak Selasa. Pengantarnya belum sampai ke KPU, ya tidak tahulah tinggal nanti waktu pleno berjalan seperti apa hasil koordinasinya karena belum pleno,” kata Hendro.
Hendro menegaskan bahwa hingga saat ini, belum ada surat dalam bentuk apapun yang disampaikan dari Bawaslu kepada KPU Metro.
Hal ini disebabkan oleh fakta bahwa dokumen terkait belum ditandatangani dan pengantar masih dalam proses penyusunan. Oleh karena itu, langkah-langkah lebih lanjut masih menunggu kelengkapan administrasi yang diperlukan.
“Dipastikan belum ada surat dalam bentuk apapun ke KPU karena saya juga belum tanda tangan. Pengantarnya belum, lagi diproses buat,” pungkasnya. (*)