KARYANASIONAL. COM— Jajaran pengurus Asosiasi Wartawan Profesional Inedonesia ( AWPI) Provinsi Lampung, mulai dari Dewan Pengurus Daerah (DPD) serta Dewan Pengurus Cabang ( DPC), kabupaten dan kota mengutuk keras berbuatan yang dilakukan oleh salah satu oknum Tokoh pemuda, diduga telah melakukan tidak terpuji kepada salah satu anggota AWPI Kabupaten Pesawaran, Agung, pada Senin (18/2) sekitar pukul 12.00.
Salah satu kutukan keras disampaikan oleh Ketua DPD AWPI Provinsi Lampung, A., Hengky Zajuli. Hengky mengatakan pihaknya mengutuk keras dan menyesalkan peristiwa kekerasan yang dialami oleh anggotanya Agung, anggota AWPI Kabupaten Pesawaran, yang diduga dilakukan oleh oknum anak tokoh adat Gedung Tataan, Toni (40), warga Gedung Tataan, kabupaten setempat.
“Kami pengurus AWPI Lampung, mengutuk keras dan menyesalkan peristiwa kekerasan yang dialami oleh saudara kami di Pesawaran,”tegas Hengky yang juga Pimpinan Media Harian Haluan Lampung, pada Rabu ( 20/2/2019).
Ketua DPD AWPI Hengky mengatakan, dirinya sangat menyayangkan tindakan yang dilakukan oleh oknum tokoh adat, pasalnya budaya adat istiadat Lampung itu baik, oleh karena itu dia minta jangan mencampur adukan antara budaya dengan oknum yang telah melalukan pelanggaran UU PERS.
Dia mengatakan, salah satu wartawan anggota AWPI Pesawaran mendapat pelakuan pengancaman dengan pisau, jadi dirinya siap untuk melakukan pengawalan dari pihak DPD AWPI Lampung siap turun melakukan pengawalan dan memberikan ruang kepada pihak kepolisian.
“Sebagaimana MOU Dewan Pers dengan Kapolri bapak Tito Karnavian, bila sengketa berita di kembalikan ke Dewan Pers namun apabila pidana itu ranah mitra kita Polri,”tegas Hengky.
Hengky juga mengatakan, pihaknya sekarang sedang menunggu jajaran pengurus DPC Kabupaten Pesawaran untuk menginformasikan perkembangan masalah tersebut untuk melakukan tindakan pembelaan terhadap anggotanya.
Terpisah, hal senada juga disampaikan oleh Ketua DPC AWPI Kabupaten Pringsewu, Ahmad Khotob. Dia menjelaskan wartawan dalam menjalankan tugas profesi jurnalisnya terkadang banyak ancaman intimidasi bahkan sampai dikriminalisasi tentu itu semua konsekwensi logis dari tugas jurnalis dilapangan.
“Saya support Anggota AWPI Pesawaran dan siapapun yang sedang menjalankan tugas profesi jurnalis nya diganggu dan diancam bahkan sampai jiwa nya pun terancam utuk dibunuh mereka itu harus di tindak dan diproses sesuai hukum yang berlaku di republik ini karena ini merupakan preseden buruk bagi demokrasi terutama tentang kebebasan pers yang bermartabat apalagi mereka menghalang-halangi tugas profesi jurnalis untuk kepentingan penguasa dan golongan nya,”ujar Ketua DPC AWPI Khotob, pada Selasa (19/2/2019).
Kecaman keras juga disampaikan oleh, Sekretaris DPD AWPI Lampung, M.Nurullah RS. Dia mengatakan kasus penganiayaan wartawan harus dikecam keras, karena ini bagian dari bentuk intimidasi dan kekerasan terhadap Pers. Polisi wajib mengusut kasus tersebut, pelaku bisa dijerat tidak hanya pasal pasal KUHP, tapi juga bisa gunakan UU Pers.
“Unsur kerugian sudah jelas akibat peristiwa itu wartawan trauma, tekanan psikis, kerja tak nyaman, apa lagi ada yang cidera, dan tidak bisa melaksanakan tugasnya sehari-hari,” katanya.
Nurullah juga menjelaskan, bahwa bagi siapa saja yang melakukan kekerasan dan menghalangi wartawan dalam melaksanakan tugas peliputannya, maka sipelaku tersebut dapat dikenakan hukuman selama 2 tahun penjara dan dikenakan denda paling banyak sebesar Rp500 juta rupiah. Hal tersebut diuangkapkan dalam menanggapi kasus kekerasan yang selama ini terjadi terhadap wartawan khususnya kasus penganiayaan terhadap wartawan yang dilakukan oleh oknum kepala desa.
“Dalam ketentuan pidana pasal 18 itu dikatakan setiap orang yang melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang dapat menghampat atau menghalangi ketentuan pasal 4 ayat 2 dan ayat 3 terkait penghalang-halanhan upaya media untuk mencari dan mengolah informasi, dapat dipidana dalam pidana kurungan penjara selama 2 tahun atau denda paling banyak 500 juta rupiah. Jadi ini ketentuan pidana yang diatur dlm undang-undang pers,” kata Nurullah yang juga pemilik Media Duta Lampung dan Pena Berlian Online.
Lebih lanjut Nurullah mengungkapkan, pada pasal 4 undang-undang pers menjamin kemerdekaan pers, dan pers nasional memiliki hak mencari, memperoleh dan menyebar luaskan gagasan dan informasi. Oleh karena itu, dengan adanya kasus pengeroyokan atau penganiayaa terhadap wartawan tersebut maka harus diambil langkah tegas terkait hal tersebut.
Sementara itu, korban dugaan kriminaliasasi wartawan yang juga anggota AWPI Pesawaran, Agung saat dikonfirmasi meminta suport tentang perlakuan kriminal atau pengancaman terhadap dirinya.
Dia juga mengaku sudah ada klarifikasi dari pihak tokoh adat, namun dalam klarifikasi tidak melibatkan dirinya sebagai wartawan yang memberitakan.
“Saya menganggap ini tidak beribang, sedangkan saat kejadian pengancaman, pihak Mad Nur minta berita dihapus bukan di klarifikasi. Selain itu saya bukan tidak mengerti adat, sudah lama saya membela tanah adat, bisa kalian lihat berita tanah Adat dimedia saya, Sinarlampung.com Ajang Sai Batin, itu juga merupakan salah satu adat di Bumi Andan Jemama. Saya juga merasa saat ini ada tekanan dari penguasa Andan Jejama terhadap salah satu adat di Pesawaran,”keluhnya.
Seperti kita ketahui pada berita sebelumnya yang dilansir dari Sinarlampung.com, diduga tidak terima Bupati Pesawaran diberitakan, anak tokoh adat Gedung Tataan, Toni (40), warga Gedung Tataan, Pesawaran mengancam akan membunuh wartawan sinarlampung.com. Toni sempat menghunus senjata tajam jenis badik, dan mencoba menikam, dikediaman Tokoh Adat Gedung Tataan, Senin (18/2) sekitar pukul 12.00
Peristiwa itu dipicu pemberitaan dua hari lalu, terkait Bupati Dendi yang menghadiri prosesi pesta adat tanpa pakaian adat Lampung. Senin (18/2) sekitar pukul 12.00, wartawan sinarlampung.com, Agung Sugenta, dihubungi oleh Imron, wartawan Bongkarpost, diminta datang kerumah Mat Nur, tokoh adat Gedung Tataan, di kediamannya (mat Nur,Red) di Gedung Tataan. Disana juga juga sudah ada Aprizal Afta tetangga Mat Nur.
Karena Agung sedang liputan di Dinas Pendidikan Pesawaran, maka baru hadir sekitar pukul 14.00. Disana sudah Mat Nur menunggu. Baru sampai teras rumah Mat Nur, langsung marah marah. “Kamu yang memberitakan soal pakaian adat itu ya. Memang kamu dari mana. Mau Dendi datang tidak berpakaian sekalipun, itu tidak masalah. Dan itu hak saya,” kata Mat Nur, sambil memaki-maki Agung.
Agung Sugenta menjelaskan bahwa benar dia adalah wartawan sinarlampung.com, yang menulis berita itu. Mat Nur kemudian menanyakan sumber berita itu, dan minta berita itu dihapus. “Kenapa dihapus pak. Jika ada yang tidak sesuai, saya akan buat berita sanggahan, dan bisa dijelaskan,” kata Agung Sugenta.
Mat Nur kemudian terlihat sibuk menghubungi orang lain. Tak lama kemudian muncul Toni, yang secara adat Gedung Tataan adalh ipar. Saat tiba di rumah Mat Nur, Toni juga langsung marah marah. “Ngapain kamu memberitakan bupati. Buat malu bupati saja, hapus berita itu,” kata Toni.
Yang dijawab oleh Agung, jika ada yang keberatan akan disampaikan kepada redaksi. Namun Toni tiba tiba berdiri, dan mencabut senjata tajam jenis pisau dari pinggangnya. “Saya bunuh kamu,” ucap Toni, sambil menghunus pisau, yang cepat di halangi Mat Nur yang lalu meminta Agung Sugenta pergi.
Saat Agung Sugenta berjalan keluar rumah, dikejar oleh Toni sambil menghunus pisau. Agung Sugenta sempat terdorong dan terjatuh di pagar teras rumah. Lalu beberapa kerabat Mat Nur datang melerai.
Agung Sugenta kemudian melapor ke Polres Pesawaran, dan diterima Kapolres Pesawaran AKBP Popon. Agung kemudian diperiksa diruang Reskrim Polres Pesawaran. Agung juga melaporkan kasus ke pimpinan redaksi sinarlampung.com
AKBP Popon, membenarkan adanya laporan percobaan penusukan oleh oknum Ketua Adat Pesawaran. “Ya laporan sudah kita terima, dan saya sudah perintahkan anggota untuk menangani kasus tersebut,” kata Popon.
Sebelumnya diberitakan Bupati Pesawaran hadir pada resepsi pernikahan putra dari Mad Nur, gelar Faksi Oelangan (Ketua adat desa Gedong Tataan). Dendi hadir pada pukul 11.00 wib, Minggu(17/02/2019). Bertepatan prosesi penyimbang adat sedang melangsungkan Ngamai Ngadok (memberi gelar pada kedua mempelai).
Acara tersebut di hadiri penyimbang adat Gedongtaan, hadir juga Rozali penyimbang adat Kesugihan yang merupakan orang tua angkat adat dari Nanda Indira Dendi (istri Dendi) dan Rizali memberikan gelar adat Suntan Putri Nata Makhga kepada istri Dendi. Kehadiran Dendi, tanpa mengenakana pakaian adat disayangkan warga adat.
Afrizal Afta, warga adat setempat langsung berusaha mengingatkan, jika Dendi lupa bawa sarung Ia pun berniat meminjamkan sarungnya karena mengingat saat itu masih dilangsungkan acara adat, karena Dendi tiba di acara prosesi adat Lampung, sementara Bupati Dendi tidak menggunakan Businnyang (mengenakan sarung selutut) baju adat khas Lampung.
Afta sempat melepas sarungnya untuk dipinjamkan ke Dendi, bukan karena dia bupati, tapi karena ingin menjunjung dan menghargai adat dikampungnya. Namun melalui ajudannya Dendi menolaknya, meskipun saat hadir dalam acara tesebut Dendi di sambut oleh Muaddin Yusuf selaku Ketua Majelis Penyimbang Adat Lampung (MPAL) Kabupaten Pesawaran.
Dendi sendiri bergelar adat Suntan Bandakh Marga dan juga dianugrahkan gelar Pengikhan Faksi Makhga dari Kesatuan Penyimbang Makhga Putih (KPMP) Way Lima. Dari arsip tanggal 03 Desember 2016 Kesatuan Penyimbang Makhga Putih (KPMP) Way Lima Kabupaten Pesawaran, mengadakan tradisi penganugerahan gelar kepada Bupati Pesawaran H. Dendi Ramadhona, ST., sebagai Pengikhan Faksi Makhga beserta Istri Nanda Indira Dendi SE sebagai Khatu Kesuma Enton. (red/Wahyu)
Excellent insights! Your breakdown of the topic is clear and concise. For further reading, check out this link: READ MORE. Let’s discuss!