KARYANASIONAL – Pulau Enggano, salah satu pulau terluar Indonesia terletak di Samudera Hindia. Daratan seluas 397,2 km2 ini adalah kecamatan di wilayah Pemerintah Kabupaten Bengkulu Utara Provinsi Bengkulu.
Saat ini di Pulau Enggano tengah berjalan Program Strategis Nasional yakni Pembangunan infrastruktur jalan 32 KM, 7 jembatan dan Dermaga Malakoni dan Kahyapu.Pembangunan menggunakan anggaran APBN sebesar 174 miliar rupiah dan dikerjakan oleh Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) Bengkulu.
Dalam pelaksanaannya tentunya akan menggunakan material dari Pulau Enggano khususnya material alam Galian C seperti batuan gamping dan tanah uruk.
Pelaksana kegiatan dan penyuplai bahan galian C tersebut, harus memiliki perijinan sesuai UU No. 3 Tahun 2020 Tentang perubahan UU No. 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral Dan Batubara.
Namun yang terjadi di Pulau Enggano justru sebaliknya, pelaksana kegiatan pembangunan pelabuhan, jalan dan jembatan yang Sedang berlangsung saat ini, diduga tidak memiliki izin penambangan Galian C.
Material Galian C ilegal tersebut, terus digunakan pelaksana kegiatan di lapangan, tanpa memperhatikan asal muasal barang tersebut. Hal ini tentunya melanggar Undang-Undang karena menggunakan bahan ilegal.
Kondisi ini mendapat sorotan dari sejumlah masyarakat dan pemerhati lingkungan di Bengkulu.
“Galiannya saja illegal tanpa izin yang jelas, hal ini bisa merusak lingkungan dan membahayakan kepulauan enggano sebagai penyangga bahaya Tsunami,” ujar sumber yang enggan disebutkan identitasnya.
Selain itu yang disesalkan, para rekanan tanpa ragu diduga membeli dan tetap menggunakan material Galian C yang dihasilkan dari pertambangan liar alias tanpa izin lengkap.
“Harusnya itu hasil galian C yang tanpa izin lengkap, jangan diterima apalagi sampai digunakan untuk pembangunan yang menggunakan dana pemerintah, melanggar hukum itu,” tambah Sumber.
Informasi yang dihimpun dari pihak terkait, sampai saat ini belum ada perijinan penambangan batuan, khususnya batu gamping dan tanah urug, yang Terbit di Kecamatan Enggano.
“Hasil penelusuran kami, semua izin penambangan Galian C di Kecamatan Enggno masih dalam Proses Penerbitan, jadi kalo ada pihak yang menggali dan menerima galian tersebut, dapat dipastikan melanggar hukum,” tegas sumber.
Menurut UU No. 3 Tahun 2020 Tentang Perubahan UU No. 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral Dan Batubara, ditegaskan bahwa setiap orang yang menampung /pembeli, pengangkutan, pengolahan, dan Lain-lain akan disanksi pidanan penjara maksima l5 Tahun dan /Atau denda uang sampai 100 miliar rupiah.
Jadi jelas bahwa rekanan yang menggunakan material Galian C bersumber dari penambangan illegal, sama halnya mengambil barang curian atau disebut penadah.
Untuk diketahui sebagai langkah kongkrit dalam menertibkan perusahaan-perusahaan tambang di Bengkulu, Rabu (5/10/2022) lalu. Pemerintah Provinsi Bengkulu bersama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan, Kepolisian berserta Bupati/Walikota se Provinsi Bengkulu juga instansi terkait, melakukan penandatanganan Komitmen Bersama Terkait Penertiban Usaha Galian C atau Mineral Bukan Logam dan Batuan (MBLB).
“Kita sudah membuat sebuah kesepakatan terkait kembalinya kewenangan perizinan galian C mineral bukan logam dan batuan ke Pemprov. Ini tadi komitmen dari seluruh kabupaten/kota disaksikan oleh teman – teman KPK, Mendagri, SDM dan PKPM,” jelas Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah.
Hingga berita ini diturunkan, saat dikonfirmasi, rekanan dan pelaksana Galian C di Pulau Enggano belum mau berkomentar. (rls)