KARYANASIONAL – Kepala Bidang (Kabid) Pemerintahan dan Kelembagaan Pekon pada Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Pekon (DPMP) Kabupaten Pesisir Barat (Pesibar) Diduga Melanggar Undang-Undang (UU) Pers Nomor 40 Tahun 1999.
Dugaan pelanggaran tersebut terjadi ketika sejumlah awak media ingin meminta tanggapan terkait Peratin yang diduga telah ditahan Kepolisian Daerah (Polda) Lampung, namun oknum Kabid DPMP Pesibar melarang media membawa telepon seluler atau handphone kedalam ruangannya, Senin (16/1/2023).
“Kalau mau konfirmasi handphone ditarok didalam loker,” seru Kabid DPMP Pesisir Barat kepada sejumlah awak media, saat sedang menjalankan tugas jurnalistiknya.
Belum diketahui secara pasti kenapa Kabid DPMP Pesibar tersebut melarang wartawan membawa handphone jika ingin melakukan konfirmasi ke ruangannya.
Saat dikonfirmasi didepan Kantor Pemerintah Kabupaten Pesisir Barat, Plt. Kepala DPMP Pesibar, Imam Habibudin menjelaskan bahwa, pelarangan tersebut kemungkinan dari teman-teman yang ada di kantor melakukannya untuk kenyamanan bekerja.
“Jadi tamu ataupun media yang ingin melakukan konfirmasi handphone nya di tarok dikantor supaya kita bisa memberikan informasi ataupun melayani dengan baik. Gitu aja, tidak ada maksud lain, terkait aturan itu tidak ada mungkin kebijakan, supaya bisa melayani tamu dengan baik, kan tidak enak kalau handphone bunyi,” dalih Plt. Kadis DPMP Pesibar.
Namun, alasan tersebut menjadi pertanyaan sejumlah awak media, kenapa pihak dinas melarang wartawan membawa handphone android keruangan Kabid saat melakukan konfirmasi.
“Kami media tentunya bertanya-tanya mengapa wartawan dilarang membawa handphone saat ingin melakukan konfirmasi, sementara kita bekerja sebagai jurnalis memang butuh handphone sebagai alat pendukung, itu saja tidak lebih” ujar Rikki Pratama, Kabiro Karyanasional Pesibar, mewakili rekan-rekan media lainnya.
Semua peristiwa tersebut diduga telah Melanggar UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, tepatnya Pasal 4. Di sana disebut: “kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara.” Yang dimaksud dalam pasal ini, seperti tertulis pada bagian penjelasan, adalah pers bebas dari “tindakan pencegahan, pelarangan, dan atau penekanan agar hak masyarakat untuk memperoleh informasi terjamin.”
Sanksi diatur dalam Pasal 18. Di sana disebut kalau siapa saja yang dengan sengaja melakukan tindakan yang mengakibatkan terhambatnya kemerdekaan pers “dipidana penjara paling lama dua tahun atau denda paling banyak Rp500 juta”. (RP)