Foto : Drs. H. Hairi Sinungan, Kepala Marga Kabupaten Mesuji.
KARYANASIONAL – Klarifikasi dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Mesuji melalui penjabat (Pj) Sekretaris Daerah (Sekda) Najmul Fikri terkait kehadiran mantan Bupati Mesuji dalam kegiatan pemerintahan baik di dalam maupun di luar daerah justru menuai kontroversi dari Sejumlah kalangan mulai dari aktivis hingga Kepala Marga.
Mereka menilai keterlibatan tokoh non-pejabat dalam urusan birokrasi adalah bentuk pembiaran yang sangat berbahaya dan menyesatkan.
Kepala Marga Mesuji Drs. H. Hairi Sinungan menilai ke ikut sertaan masarakat sipil mantan Bupati Mesuji dalam kegiatan pemerintah itu harus jelas statusnya.
Pemerintah jangan membuat bingung masarakat Mesuji karena negara ini memiliki dasar yang jelas dan peraturan undang-undang yang harus di patuhi oleh seluruh masarakat.
“Klarifikasi Pemda Mesuji terkait keterlibatan masarakat sipil dalam kegiatan di Pemda Mesuji yang di sampaikan melalui Sekda itu sangat tidak mendidik masyarakat Mesuji,” ketus Sinungan kepada media ini, Senin (23/6/2025).
Jika Sekda bilang itu sah-sah saja, maka di sini saya tegaskan tidak ada yang sah-sah saja jika tidak di dasari administrasi yang baik seperti surat perintah ataupun SK bagi warga sipil yang ikut dalam tugas atau kegiatan pemerintahan. Ini negara, bukan kerajaan,” imbuhnya.
Masih menurut Hariri Sinungan, klarifikasi Pemda Mesuji jangan terkesan ada pembodohan ke masarakat. Hal ini harus segera di selesaikan jangan di biarkan karena bisa berdampak pada sistem pemerintahan yang bersih dari korupsi kolusi dan nepotisme (KKN).
Tidak sulit jika Pemda Mesuji mau memberikan status yang jelas kepada Khamamik tinggal ajukan saja kepada pihak yang berwenang supaya masarakat tau kejelasan terkait status dan perannya apa di Pemda Mesuji.
“Saya juga meminta kepada DPRD Mesuji jangan tinggal diam terkait kegaduhan di masarakat ini, mari bersuara demi Mesuji yang lebih baik lagi,” tegasnya.

Terpisah Aktivis lokal juga menilai klarifikasi tersebut bukan menjawab pertanyaan publik, melainkan mengukuhkan dugaan bahwa birokrasi Mesuji telah dikaburkan oleh pengaruh politik lama.
“Birokrasi bukan warisan keluarga. Jangan jadikan pemerintahan panggung pencitraan,” ujar Bung Zainudin dari PETANESIA Mesuji, Kamis 19 Juni 2025 lalu.
Masih kata bung Zai saat ini masyarakat juga mendesak Pemkab segera menjelaskan batas kewenangan tokoh luar struktur pemerintahan.
“Kita tak ingin ada pemerintahan bayangan. Semua harus transparan Kalau benar ingin membantu rakyat,bantu tanpa tampil-tampil seolah pencitraan,” tegasnya.
Di sisi lain, Pemkab Mesuji berdalih, kehadiran Khamamik hanya sebatas tokoh masyarakat yang peduli dan tak memiliki kewenangan formal.
Namun publik bertanya jika tidak punya jabatan, mengapa mantan Bupati Mesuji itu kerap tampil seolah seolah layaknya memimpin.
Perlu diketahui, dalam sistem pemerintahan di Indonesia, terdapat beberapa peraturan yang mengatur tentang peran dan batasan wewenang bagi individu di luar unsur pemerintahan yang sah, seperti legislatif dan eksekutif.
1. Undang-Undang Dasar 1945:
Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Hal ini berarti bahwa semua tindakan pemerintahan harus berdasarkan pada hukum yang berlaku.
Dalam konteks pasangan Bupati (suami atau istri), jika mereka bukan pejabat publik, maka mereka tidak memiliki wewenang formal untuk mengatur pemerintahan. Namun, sebagai pasangan hidup, mereka dapat berperan sebagai pendamping dan pendukung Bupati dalam kapasitasnya sebagai pasangan hidup.
Jika ada individu di luar unsur pemerintahan yang sah yang turut mengatur jalannya pemerintahan tanpa wewenang yang jelas, maka hal ini dapat dianggap sebagai pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam hal ini, perlu dilakukan evaluasi dan penanganan lebih lanjut untuk memastikan bahwa pemerintahan berjalan sesuai dengan prosedur dan peraturan yang berlaku.
Pewarta : Baginda
Editor : Wahyu