KARYANASIONAL.COM, Bandar Lampung_ Kepolisian Daerah (Polda) Lampung menggelar Focus Group Discussion (FGD) bersama pelajar dan mahasiswa se-Lampung di Bukit Randu Resto & Hotel Bandarlampung, Jumat (27/09/2019).
Sesuai dengan tujuannya, FGD yang digelar bertajuk penguatan ideologi bagi pelajar dan mahasiswa untuk membentuk kader bangsa yang Pancasilais dan berkarakter dalam rangka mencegah paham radikalis dan anti Pancasila.
Acara dibuka oleh Direktur Binmas Polda Lampung Kombes Pol Johni Soeroto. Dalam sambutannya, Kombes Johni mengajak masyarakat untuk berpartisipasi dan mengantisipasi pencegahan paham radikal dan anti Pancasila untuk menjaga keutuhan NKRI.
Tidak sekadar formalitas, kegiatan ini turut mengundang pemateri yang pernah terjun langsung dalam gerakan radikal untuk menyampaikan pengalaman hijrahnya.
Yaitu Ken Setiawan, mantan Panglima kelompok Negara Islam Indonesia (NII) yang merupakan salah satu organisasi terlarang di Indonesia.
Dalam kapasitasnya, Ken Setiawan diminta membantu Polda Lampung dalam menanamkan rasa cinta terhadap NKRI. Hal itu dilakukan dengan menceritakan pengalaman kelamnya ketika tergabung dalam organisasi NII.
Untuk memastikan materi deradikalisasi ini sampai ke pihak yang tepat, Polda Lampung mengundang sejumlah pelajar dan mahasiswa, perwakilan organisasi, lembaga pemerintah, sosial dan keagamaan.
Dengan itu Polda berharap bisa menjadi penyambung lidah atau mitra kepolisian untuk menangkal radikalisme, terorisme dan intoleransi dalam masyarakat.
Ken Setiawan sendiri saat ini menjadi pionir gerakan Negara Islam Indonesia (NII) Crisis Center, yaitu sebuah organisasi yang gerakannya menjadi bilik aduan masyarakat serta motor pencegahan atas gerakan NII yang saat ini dianggap menyesatkan Ummat.
“Tidak perlu muluk-muluk bagi NII dalam melakukan kaderisasi,” ungkap Ken Setiawan.
Bahkan Ken Setiawan memberikan simulasi, dalam kurun waktu 2 menit orang bisa mengkafirkan dirinya.
“Selanjutnya, cukup membuat dialog singkat, perlahan mengubah kalimat syahadat, mentransisikan pola gerakannya ke arah yang modern, lalu melakukan tahap pembinaan dengan iming-iming surga dengan instan,” terangnya.
Ken menilai bahwa organisasi intoleran dan radikal memanfaatkan kesempatan menggaet calon anggota baru saat situasi bangsa sedang terpecah belah seperti saat ini. Hal tersebut menjadi potensi besar bagi NII untuk bisa kembali bangkit.
“Bahkan ketika keadaan terjadi konflik, maka itu dianggap sebuah peluang besar untuk meruntuhkan pemerintah yang dianggap zalim dan taghut,” jelasnya.
Oleh karenanya, pada kesempatan itu Ken mengajak seluruh lapisan masyarakat yang hadir untuk bersama memerangi pemikiran memecah belah bangsa tersebut. Yaitu dengan cara merangkul segenap lingkungannya untuk kembali berpegang teguh pada Pancasila.
“Caranya, kita harus berusaha satukan perspektif dahulu tentang radikalisme dan Pancasila yang dianggap taghut. Setelah itu baru bisa merapatkan barisan untuk melawannya agar masyarakat tidak terpengaruh dan terpapar paham radikal,” ungkapnya.
Ken Setiawan menekankan bahwa saat ini orang-orang yang terjebak dalam paham radikalisme, intoleransi dan terorisme ialah akibat tidak mau belajar, malas, dan taklid dalam satu kelompoknya saja yang dianggap paling benar.
“Akibat adanya paham sesat radikal, intoleran, dan anti Pancasila inilah masyarakat jadi banyak salah kaprah tentang ajaran Islam. Banyak yang akhirnya masyarakat phobia terhadap agama, bahkan ada orang tua yang tidak membolehkan anaknya belajar agama di sekolah atau di kampus, karena takut anaknya direkrut kelompok radikal,” terang dia.
Karena kewaspadaan yang berlebihan akhirnya anak mereka tidak dibekali ilmu agama yang otomatis akan terancam dengan bahaya baru, misalnya narkoba, pergaulan bebas, hoax dan lain sebagainya.
Ken berharap masyarakat memahami konsep Pancasila dengan Bhineka Tunggal Ika, walaupun berbeda beda tetapi tetap satu, setiap agama bisa hidup damai saling berdampingan dengan toleransi tanpa adanya kecurigaan dari setiap pihak karena pada dasarnya tidak ada agama yang mengajarkan kebencian.
“Sehingga kita bisa tetap hidup berdampingan dengan semua saudara kita dari berbagai latar belakang apapun,” pintanya.
“Agama itu menjadi rahmat, ketika belajar agama otomatis ahlaknya menjadi baik, jadi kalau ada orang mengaku beragama tapi dia mengajarkan kebencian, hujatan dan caci makian hendaklah jangan di ikuti, saya yakin dia belajar dengan orang atau guru yang salah,” imbuhnya.
Ken berpesan, belajarlah agama dengan paripurna kepada ahlinya yang jelas. Soalnya, bila sudah sembunyi sembunyi, selalu menyalahkan orang lain, bahkan sampai dalam tahap mengkafirkan orang lain, Ken meminta untuk segera menolaknya.
“Tapi bila terus memaksa, laporkan ke aparat terdekat. Tolak ukurnya mudah, agama itu menjadikan pemeluknya menjadi tersenyum dan membuat orang tersenyum. Jadi, bila ada orang mengajarkan agama dengan pemarah, berarti itu ajaran sesat. Jangan ikuti, karena bisa menyesatkan,” terang dia.
Ken Setiawan juga membuka ruang diskusi dan pengaduan masyarakat di hotline whatsapp 0898-5151-228. (rilis/Helmi)