KARYANASIONAL – Sidang kasus Penggelapan Pabrik Tapioka Tri Karya Manunggal atas terdakwa MS (72 tahun) masuk pada sidang pembuktian saksi, yang dihadirkan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) Leni Oktarina dan Winardo Kasanegara.
Sidang digelar di Pengadilan Negeri Gunung Sugih pada Kamis (7/11/2024) dengan menghadirkan 18 saksi yang terdiri dari 2 korban dan saksi fakta.
Dari hasil persidangan pembuktian saksi, Hakim Ketua Fitra Renaldo sempat memberikan saran dalam perkara ini jika dari pihak kuasa hukum terdakwa dapat mengambil langkah adanya restorative justice yang dapat menjadi alternatif penyelesaian perdamaian antara kedua belah pihak.
“Restorative Justice ini dari melihat rasa persahabatan yang sebelumnya dibangun bersama antara ketiganya saat membuka perusahaan tapioka, sehingga dari masalah ini dapat diselesaikan dengan baik,” ujarnya.
Menanggapi saran restorative justice, Alvin Lim,SH.,MH.,MSc.,CFp selaku Penasehat Hukum Terdakwa menegaskan langkah dan upaya damai sudah ditempuh.
“Kami juga sudah berupaya berdamai, tapi damai yang seperti apa, jangan sampai penegakan hukum dibuat untuk meras atau mengambil hak orang klien kami.
Kami berharap yang mulia majelis hakim memutus berdasarkan nilai nilai keadilan dan Ketuhanan Yang Maha Esa,” harap Alvin Lim.
Advokat Nathaniel Hutagaol menyangsikan akan adanya motif lain dari perkara ini.
“Kami heran loh, mereka ini kawan dari kecil dan selama berbisnis bersama tidak pernah ada masalah keuangan, dan lebih lanjut klien kami sudah menghasilkan puluhan miliar rupiah kepada mereka, apa yang menjadi motif mereka sebenarnya,” ujarnya usai sidang.
Sementara itu, dari pemaparan kedua korban terungkap, saksi korban Ko Foyun dan Ko Conghuan menguraikan bahwa dirinya bersama terdakwa MS terjadi kerjasama. Karena ketiganya saling bersahabat perusahaan dibangun atas dasar rasa kepercayaan mendirikan perusahaan tapioka Tri Karya Manunggal di Kampung Sri Kencono Kecamatan Bumi Nabung, Lampung Tengah (Lamteng) sejak tahun 1997.
Pada akhir tahun 2019, terjadi peristiwa dari alat pabrik yang meledak dan rusak hingga mengakibatkan pabrik tidak lagi dapat beroperasional. Dari kejadian itu kemudian Ko Foyun dan Ko Conghuan yang tinggal di jalan Martadinata Blok 55 No.6 Cipedes Tasikmalaya Jawa Barat ini, lalu melaporkan ke pihak berwajib karena dari peristiwa itu terjadi penggelapan yang dilakukan oleh MS atas aset perusahaan berupa genset merek carterpilar seharga Rp 160 juta.
Ahmad Fauzan,.SH,HM Selaku Kuasa Hukum dari pihak korban Ko Foyun dan Ko Conghuan mengutarakan sikapnya atas saran dari hakim yang sempat memberi saran jika ada upaya restorative justice yang dapat dilakukan pihak Kuasa Hukum Terdakwa MS.
Pihaknya tidak menutup kunci untuk pintu perdamaian dan berharap masalah ini bisa dengan penyelesaian terbaik untuk semua pihak.
Mengapa masalah ini berkembang hingga kejalur hukum, hal ini dilakukan karena setelah mengetahui
pabrik tapioka yang dikelola MS mengalami musibah hingga kehilangan aset perusahaan, dimana semua pabrik dan aset sama sekali tidak ada atau kosong, maka dilakukan laporan polisi.
” Pihak kami mendapat informasi lokasi pabrik bahkan sudah rata dengan tanah dan tidak ada lagi bangunan pabrik hingga semua aset perusahaan kosong. Kami mencoba kordinasi dengan pihak terdakwa untuk menanyakan kejelasan kondisi pabrik yang sebenarnya namun upaya kami nihil.
Kami sebenarnya tidak mengunci pintu apabila adanya upaya damai untuk kedua belah pihak, baik korban dan terdakwa.
Upaya damai, tambah Fauzan Pihak korban hanya berharap haknya dapat dikembalikan dari sejumlah prosentasi saham yang dimiliki dalam perusahaan tersebut yakni 30% milik Ko Conghuan dan 40% dari Ko foyun,” ungkapnya. (*)